Pages

Senin, 23 Maret 2015

Coupl(ov)e: Sahabat Yang Jadi Suami-Istri


Judul buku: Coupl(ov)e
Penulis: Rhein Fathia
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-602-7888-12-8

Sahabat jadi cinta. Tema itu sepertinya nggak pernah ada matinya. Selalu punya daya tarik yang menggelitik. Dua orang – laki-laki dan perempuan – yang tadinya berlindung di balik jubah persahabatan toh pada kenyataannya banyak yang menyerah pada pepatah jawa ‘witing trisna jalaran saka kulina’.

Halya dan Raka ada salah satu kisah yang menjadi bukti atas hal itu. Bersahabat sejak SMA, lalu di ujung masa pencarian akhirnya memutuskan menikah hanya atas dasar: ‘apalagi yang dicari?’. Yup, logika mereka sederhana saja. Mereka sudah sama-sama saling ngerti kebaikan dan keburukan masing-masing, sudah bersama sekian lama. Maka rasanya tidak sulit bagi mereka untuk hidup bersama di bawah naungan rumah tangga.

Meski pada akhirnya mereka harus mengakui bahwa semuanya nggak sesederhana itu. Pernikahan itu terjadi bersama beberapa permintaan Halya pada Raka yang terasa agak menyiksa. Halya masih teramat sulit mengesampingkan mainset bahwa Raka adalah sahabatnya. Dia belum benar-benar siap dengan perubahan status dan pola hubungan antara antar-sahabat dengan suami-istri.

Hal itu kemudian diperparah oleh keping-keping masa lalu yang masih mereka genggam. Halya masih amat mencintai Gilang – lelaki yang pernah melamarnya dan menjanjikan pernikahan. Pada awalnya Raka mengerti. Ia tidak menuntut Halya untuk melupakan Gilang seketika. Tapi ego kelelakiannya mulai tidak terima ketika Halya tak juga menunjukkan kepedulian padanya sebagai seorang istri kepada suami – dan justru masih mengekspresikan cinta yang demikian besar pada Gilang. Pada saat itulah Rina – masa lalu Raka – hadir. Seseorang yang amat berkesan di masa lalu Gilang. Orang yang tepat pada waktu yang tepat. Situasipun berubah runyam, hingga Halya dan Raka mulai goyah dan ragu; apakah mereka masih mampu mempertahankan rumah tangga yang tak sehat seperti itu?!

Membaca Coupl(ov)e ibarat makan permen nano-nano. Manis-asam-asin datang silih berganti, bahkan kadang bersamaan. Meski novel atau cerita yang mengambil tema utama ‘sahabat jadi cinta’ sudah cukup banyak, tapi Coupl(ov)e punya daya tarik yang membuatnya berbeda dan nggak terasa membosankan untuk diikuti jalan ceritanya. Yah, meskipun flashback ke jaman Raka dan Halya muda (SMA dan kuliah) sempat terasa agak melelahkan. Tapi hal itu rasanya berhasil ditutupi oleh gaya bercerita yang mengalir dan diksi yang lincah serta ringan. Obrolan Raka dan Halya juga terasa segar dan cukup humoris. 3,5 dari 5 bintang untuk novel ini.

Rabu, 11 Maret 2015

PRICELESS MOMENT: Tentang Momen Berharga Antara Ayah dan Dua Buah Hatinya

Judul Buku: Priceless Moment
Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Gagasmedia
ISBN: (13) 978-979-780-738-2

Kehilangan orang yang amat dicintai, konon akan terasa seperti kehilangan separuh nyawa. Apalagi jika kehilangan itu meninggalkan sebuah konsekuensi dan tanggung jawab yang cukup berat, dan selama ini belum sempat terbayangkan.

Hal itu dirasakan benar oleh Yanuar saat secara tiba-tiba harus kehilangan Esther – istrinya. Esther tertabrak mobil saat hendak menyebrang untuk menjemput Hafsha dan Feru – putra-putrinya, dan meninggal seketika. Yanuar linglung saat menyadari bahwa kini ia tak hanya berperan sebagai seorang Ayah yang berkewajiban mencari nafkah, tapi juga berperan sebagai ibu bagi Hafsha dan Feru. Sebuah peran yang sama sekali tidak Yanuar pahami. Selama ini Yanuar terlalu sibuk dengan pekerjaannya, hingga ia hampir benar-benar kehabisan waktu untuk Esther, Hafsha dan Feru.

Yanuar sedih saat menyadari bahwa Hafsha dan Feru terlihat lebih bahagia saat bersama dengan Wira – adiknya, yang pandai membacakan dongeng. Ia akhirnya sadar bahwa ia harus memperbaiki diri jika tak ingin merasakan penyesalan karena kehilangan momen-momen berharga dengan dua anaknya itu.

“Saya tidak bisa seperti ini terus.” Yanuar menangkupkan kedua tangan di meja. “Saya harus memperbaiki diri, perlahan.” (Halaman 29)

Ketika kedekatan dengan Hafsha dan Feru mulai terbangun, Yanuar kembali didera perasaan galau dan takut kehilangan saat Matilda – ibunda Esther, hendak mengajak Hafsha ke Meksiko saat liburan sekolah. Matilda ingin memperkenalkan Hafsha dengan Meksiko, karena ia ingin mewujudkan keinginan Esther untuk menyekolahkan Hafsha di sana, saat memasuki jenjang sekolah menengah nanti.

Sementara itu, seorang karyawati baru bernama Lieselotte cukup menarik perhatian Yanuar. Lieselotte cenderung penyendiri, terkesan arogan dan tidak peduli pada lingkungan. Tapi ia cukup takjub ketika mendapati Lieselotte begitu mudah akrab dengan anak-anak, termasuk Hafsha dan Feru saat mereka bertemu di sebuah acara gathering kantor mereka. Yanuar merasakan perasaan lain, meski ia belum yakin itu cinta. Yanuar masih tetap ingin memprioritaskan seluruh energinya untuk Hafsha dan Feru.

Priceless Moment menyuguhkan sebuah cerita tentang betapa momen berharga akan sangat meninggalkan penyesalan mendalam jika terlewatkan. Setiap kalimat dalam novel ini amat sarat dengan emosi yang mengaduk-aduk perasaan. Hubungan antara seorang ayah dan anak tergambar begitu nyata dan natural. Kalimat-kalimat Hafsha dan Feru juga benar-benar menggambarkan jiwa anak-anak mereka.

Jika ada hal yang membuat saya agak kurang sreg dalam novel ini, satu-satunya adalah tentang kisah cinta Yanuar dan Lieselotte. Rentang waktu hingga akhirnya mereka bertemu kembali rasanya terlalu panjang. Apalagi adegan saat mereka hujan-hujanan, sebelum akhirnya Lieselotte pindah ke Jerman. Rasanya adegan itu kurang pas untuk dua orang yang sama-sama dewasa.  Di luar itu, perfect!