Pages

Senin, 14 Desember 2015

5 Guru Kecilku: Cerita Tentang Warna-Warni Mengasuh 5 Anak


Repot urusan anak diwaktu kecil itu PASTI
Repot urusan anak diwaktu dewasa itu PASTI ADA YANG SALAH
Repot urusan anak di negeri akhirat itu PASTI MERUGI (Hal 221)

5 Guru Kecilku ini merupakan buku yang bercerita tentang kisah pengasuhan 5 orang anak oleh sang penulis, yaitu Kiki Barkiah. Suka duka kerepotan mengurus 5 orang anak di Negeri Paman Sam tanpa seorang pun sanak saudara maupun asisten rumah tangga.

Dengan bahasanya yang amat natural, Kiki Barkiah mampu menceritakan dengan sangat mengena tentang berbagai taktik dan metodenya dalam mendidik 5 orang anaknya. Di tiap babnya, Mbak Kiki tampak amat peduli pada keseluruhan aspek pendidikan anak-anaknya, baik pembentukan karakter, pengenalan agama, pendidikan emosi, dll.

Lewat buku ini Mbak Kiki semakin menyadarkan saya bahwa seorang wanita, haruslah punya bekal pendidikan yang mumpuni karna ia-lah yang menjadi tonggak peradaban. Baik buruknya generasi penerus peradaban, sejatinya bukan di lembaga-lembaga pendidikan, tapi ada di rumah terutama di tangan orangtua. Selain itu, mata saya juga jadi terbuka, bahwa anak-anak adalah makhluk yang juga bisa diajak berdiskusi, bisa diarahkan, bisa diajak bernegosiasi, juga diberi pengertian.

Ummi: "Sudah beres semua mainannya?"
Saat kaget melihay rumah berantakan karena kegiatan eksplorasi...
Ummi: "Mmm... Yang bakal ngepel siapa? Yang bakal beresin siapa?".
Biasanya mereka bilanh " fiyuh... Me!!"
Saat mendekati waktu bapak pulang....
Ummi: "Waktu habus, bapak sebentar lagi pulang, ayo aa pimpin ade-ade beresin mainannya!"
(Hal 161)

Kesadaran itu selama ini hampir hilang dari kepala saya, lantaran saya hampir selalu disuguhi pemandangan bahwa anak kecil itu 'belum bisa berpikir'. Sekarang saya tahu, anggapan itu salah besar. Yang lebih keren, Mbak Kiki memberlakukan sistem homeschooling di rumahnya, dan ialah gurunya. Luar biasa!

Selain memaparkan tentang warna-warni pengasuhan anak, Mbak Kiki juga memaparkan tentang peran suami yang tidak boleh dikesampingkan, meskipun ia sibuk dengan amanah mencari maisyah di luar rumah. Terutama dalam hal dorongan semangat bagi sang istri yang pasti sangat sering diuji kesabarannya menghadapi buah hati mereka.

Bapak: "Assalamualaikum"
Ummi: "Waalaikumsalam pak, bapak..... I just want to say i love you!"
Bapak: "wkwkwkwwk, ada apalagi mi di rumah?"
Ummi: "wkwkwkwkwkwkw seruuuuuuuu deh pokoknua doain ya pak biar mudah!"
Bapak: "Iya. Semangat ya mi!"
(Hal 187)

Sekali lagi, dengan kesederhanaan cara bercerita, buku ini justru sangat sampai ke hati. Bahkan saat sudah sampai di halaman terakhir, rasanya saya belum rela. Saya masih ingin membaca pengalaman Mbak Kiki lebih banyak lagi. 4,5 dari 5 bintang untuk 5 Guru Kecilku, 0,5 bintang kurangnya hanya untuk kesalahan-kesalahan kecil pengetikan. Hehe.

Ditunggu buku bagian 2-nya, Mbak :)

Senin, 30 November 2015

Kinanthi: Terlahir Kembali


Judul buku : Kinanthi: Terlahir Kembali
Pengarang : Tasaro G.K.
Penerbit      : Penerbit Bentang, Yogyakarta, 2012

"Begini cara kerja sesuatu yang engkau sebut cinta;
Engkau bertemu seseorang lalu perlahan-lahan merasa nyaman berada di sekitarnya. Jika dia dekat, engkau akan merasa utuh dan terbelah ketika dia menjauh. Keindahan adalah ketika engkau merasa ia memerhatikanmu tanpa engkau tahu. Sewaktu kemenyerahan itu meringkusmu, mendengar namanya disebut pun menggigilkan akalmu. Engkau mulai menangis tanpa mau disebut gila."

Pertama kali tahu judul novel ini sekitar dua tahun yang lalu, ketika saya membaca blog yang apling saya suka -- yang sayangnya saat initelah ditutup oleh pemiliknya karna satu dan lain hal: Rumah Matahari. Saat itu juga, saya menyimpan novel Kinanthi di memori otak sebagai novel yang sangat ingin saya baca. Ternyata, saya baru dijinkan oleh semesta membacanya pada tahun 2015, alhamdulillah :)

Novel ini bercerita tentang hidup seorang gadis bernama Kinanthi yang amat berliku dan penuh gelombang. Terlahir di keluarga yang tak berpunya, ditambah perilaku buruk orangtuanya yang telah menjadi label di mata masyarakat membuat Kinanthi tidak diterima dengan baik di lingkungannya. Banyak orang menganggap bahwa berteman dengan Kinanthi adalah sebuah kehinaan. Tapi ada satu anak yang dengan tulus menjadi sahabat baik Kinanthi, padahal ia merupakan anak seorang tokoh di kampung mereka. Ajuj namanya. Hampir semua orang tahu bahwa Ajuj dan Kinanthi adalah teman dekat, meski orangtua Ajuj sangat keberatan anaknya berteman dengan Kinanthi yang tak setara dengan mereka.

Gelombang badai hidup Kinanthi dimulai ketika orangtuanya memutuskan untuk 'menitipkannya' pada orang bernama Pak Edi dengan imbalan 50 kg beras, dan janji bahwa Kinanthi akan disekolahkan tinggi. Hati Kinanthi hancur mengetahui ia dijual. Saat itulah ia kehilangan semuanya, termasuk Ajuj.

Kinanthi dibawa Pak Edi dan istrinya berdomisili di Kota Bandung. Ia memang disekolahkan, tapi sekaligus difungsikan sebagai pembantu rumah tangga. Sayangnya, di sekolah SMP-nya Kinanthi mendapat dua hantaman cobaan yang tak tertanggungkan. Dan hantaman kedua menjadi alasan bagi keluarga Edi untuk tak lagi menyekolahkannya. Hingga pada suatu hari, Kinanthi kembali 'dilempar' bak mata dadu yang siap beradu hingga nasib membawanya pada satu titik. Ia dikirim sebagai TKW!

Badai kehidupan Kinanthi semakin menjadi-jadi. Mendapat majikan yang 'hobi' menodai, kabur, mendapat majikan yang suka menghajar, lalu 'dijual' oleh oknum human traficking, hingga akhirnya diboyong oleh majikan barunya ke Negeri Paman Sam yang ternyata amat keji.

Sampai titik ini, saya hampur tidak mampu melanjutkan membaca. Hati saya tercabik perih, nafas saya sesak, tangis saya mendesak-desak. Saya hampir tak kuasa lagi mengikuti kisah pahit Kinanthi sebagai TKW, karna saya tahu kisah seperti itu tak hanya ada di kisah fiksi semata.

Namun badai pasti berlalu, bagi siapa saja yang tetap tabah menghadapi hidup. Begitu juga bagi Kinanthi. Di tengah hampir padamnya cahaya serta semangat hidupnya di tengah Negara Adidaya yang amat asing baginya, Kinanthi bertemu orang baik yang membantu Kinantho bangkit perlahan-lahan.

Roda berputar. Begitupun hidup Kinanthi. Ia yang pernah ada di titik kehidupan terendah, perlahan mampu membalik keadaan dengan berada di posisi yang amat disegani... Bukan di tanah airnya, melainkan di Negara Adidaya. Hampir tak ada satu pun alasan baginya untuk kembali pulang, kecuali satu nama yang masih terus tersimpan di sudut ruang hatinya. Ajuj.

Membaca novel ini, perasaan saya dibuat terombang-ambing. Kinanthi terasa amat nyata. Saat berhasil menyelesaikan, saya bernafas amat lega. Meski ada satu hal yang membuat saya merasa tidak lega, yaitu tentang sisi religiusitas seorang Kinanthi. Tadinya saya berharap sebelum novel berakhir, saya akan menemukan bagian di mana Kinanthi telah kembali menemukan kedamaian dan keyakinan dalam agama. Ternyata hal itu tidak saya dapatkan.

Tentang perasaan Kinanthi atas Ajuj dan perasaan Ajuj atas Kinanthi... Aah, entahlah. Mungkin prolog dari novel ini sudah sangat cukup untuk menggambarkannya. Terlalu 'gila'.

Rabu, 02 September 2015

Rumah Tangga: Berumah Dalam Cinta, di Tangga Menuju Surga

rumah tangga
Sumber
Judul Buku: Rumah Tangga
Penulis: Fahd Pahdepie
Penerbit: PandaMedia (Imprint dari GagasMedia)
ISBN: (13) 978-979-780-813-6
 
"Maka, bagiku, mencintaimu adalah berhenti mengandaikan semua hal baik yang tak ada dalam dirimu sekaligus memaafkan semua hal buruk yang ada dalam dirimu." (Hal. 17)

Awal-awal saya mendengar tentang akan terbitnya buku ini -- saat Fahd membuka polling tentang cover yang akan dipakai -- jujur saya hampir sama sekali gak tertarik. Tapi saat quote-quote yang berasal dari buku ini mulai bertebaran, rasa penasaran mulai menggelitik saya. *halah bahasanya :D*

Penasaran, tapi tetep sih agak enggak buat beli. hehe. Akhirnya, maksa teman untuk beli, terus saya pinjem :D *kekep dompet* *prinsip ekonomi* *sungkem sama Fahd* :P

"Kita tak boleh membiarkan orang-orang yang ingin meracuni dan menghancurkan hidup kita mengontrak satu ruangan di kepala kita," katamu. "Naikkan harga sewanya! Mereka harus berusaha lebih keras lagi untuk bisa melakukannya." (Hal. 163)
 
Sebelum baca, saya mengira buku ini akan mengupas tentang kehidupan rumah tangga dengan lumayan dalam, tapi dengan bahasa yang ringan. Itu ekspektasi saya. Setelah baca, ternyata salah. Yang engga salah banget sih. Bahasanya memang ringan, romantis dan manis pula. Kalau diibaratkan, buku Rumah Tangga ini seperti cemilan saat kamu kenyang, tapi mulut pengen tetep gerak. Ringan -- amat ringan jika dibandingkan dengan kebanyakan buku yang bertema sama. Buku Rumah Tangga ini menurut saya cenderung kurang bisa menggambarkan pahit-manis pernikahan sih -- dominan manisnya yang ditonjolkan. Emm, tapi harusnya kan emang gitu ya pernikahan bahagia: dominan manisnya. Dan... iya, banyak banget quote-quote bagus yang comot-able. Ehehehe

Aku bangun dengan cinta
Kau rawat dengan doa
Demikianlah kita
Berumah di tangga
Menuju surga

(Hal. 168. Ini nih yang comot-able banget :D)



Buku ini secara garis besar menceritakan tentang perjalanan cinta Fahd Pahdepie dan istrinya -- Rizqa, sejak belum menikah hingga kini telah memiliki dua orang buah hati. Kita akan 'diijinkan' dengan leluasa mengetahui kisah mereka yang mungkin sebelumnya hanya menjadi rahasia mereka dan keluarga. Tentang orangtua Fahd yang sempat tidak menerima Rizqa dengan tangan terbuka, misalnya. Kita juga akan tahu bahwa pasangan ini meniti kehidupan dari 0 -- bukan ujug-ujug atau sejak awal sudah enak seperti yang bisa kita lihat di akun socmed Fahd saat ini.

Bentuk tulisan tiap bagian juga bervariasi. Ada yang bentuknya hanyak puisi -- ungkapan cinta dari Fahd untuk Rizqa. Ada yang berbentuk surat -- dari Fahd untuk Rizqa, maupun dari Rizqa untuk Fahd. Ada pula yang merupakan nasehat serta pesan dari Fahd untuk adik laki-lakinya yang akan menikah, dan untuk dua anaknya - Kalky dan Kemi. Pokoknya gitu deh. Hihi. Dari beberapa buku tentang tema serupa yang saya baca, buku ini termasuk yang efek 'JadiPengenNikahSegera'-nya paling ringan. Jadi aman lah, gak bikin galau-galau amat. Hehehe

Inilah roller coaster yang sesungguhnya. Kadang, kita harus teriak kencang ketakutan, kadang harus bahagia melepas segala beban. Di atas semua ketakutan itu, kita tahu, semua akan baik-baik saja. (Hal. 250)

Rabu, 26 Agustus 2015

Critical Eleven: Tentang Alasan Bersatu Yang Kembali Dipertanyakan


Judul : Critical Eleven
Penulis : Ika Natassa
Editor : Rosi L. Simamora
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 344 halaman
Tahun terbit : 2015

"Istri itu seperti biji kopi sekelas Panama Geisha dan Ethiopian Yirgacheffe, Le. Kalau kita sebagai suami -- yang membuat kopi -- memperlakukannya tidak tepat, rasa terbaiknya tidak akan keluar. Aroma khasnya, rasa aslinya yang seharusnya tidak akan keluar, Le. Rasanya nggak pas."
"Kalau kita sudah memilih yang terbaik, seperti Ayah memilih Ibu dan kamu memilih istri kamu, seperti kita memilih biji kopi yang terbaik, bukan salah mereka kalau rasanya kurang enak. Salah kita yang belum bisa melakukan yang terbaik sehingga mereka juga menunjukkan yang terbaik buat kita."
(Critical Eleven, Hal. 56)

Akhirnya terbayar sudah rasa penasaran saya. Ini untuk pertama kalinya saya baca karya Ika Natassa. Hihi, payah ya.

Critical Eleven bercerita tentang kisah Aldebaran Risjad dan Tanya Baskoro. Mereka bertemu pertama kali dalam sebuah penerbangan Jakarta-Sidney. Pertemuan yang entah mengapa meninggalkan kesan yang amat mendalam bagi Ale -- panggilan sehari-hari Aldebaran Risjad. Tidak butuh waktu yang terlalu lama bagi Ale dan Anya untuk saling jatuh cinta, lalu menindaklanjuti hubungan mereka ke jenjang pernikahan.

Pada awalnya pernikahan mereka berjalan amat manis. Long Distance Married hampir tidak menjadi masalah yang berarti bagi mereka. Namun sayang, badai tak urung menerjang bahtera mereka. Di tahun ke-5 pernikahan, Ale dan Anya harus kembali merenungi segala sesuatunya. Tentang alasan mereka saat pertama kali memutuskan bersatu, dan tentang alasan apa yang membuat mereka tetap berusaha bersatu meski telah 6 bulan menjelma menjadi bak orang asing.

Novel ini memakai alur yang loncat-loncat. Hampir di setiap bagian pembaca diajak flashback ke masa-masa di mana pernikahan Ale dan Anya masih baik-baik saja, bahkan saat sebelum mereka menikah. Kisah mereka manis, tapi tidak lebay. Saya suka cara bercerita Ika Natassa. Gaya bahasanya ringan dan mengalir. Ika banyak menyisipkan informasi-informasi baru, atau kutipan-kutipan terkenal di sela-sela ceritanya. Emm, ada banyak juga adegan 'khas suami-istri' dalam novel ini, tapi menurut saya cukup proporsional. Tidak terlalu vulgar, dan lagi... cukup wajar karna Ale dan Anya suami-istri sah, jadi bukan sex before married yang bikin ilfeel.

Bagi saya, novel ini amat di luar dugaan saya. Karna Critical Eleven merupakan sebuah istilah dalam dunia penerbangan, dan gambar covernya juga pesawat terbang, maka saya mengira jalan ceritanya pun akan sangat berhubungan dengan dunia penerbangan. Malah saya sempat menebak bahwa tokoh Aldebaran Risjad berprofesi sebagai pilot. Ehehe, sotoy sekali saya. Ternyata yang berhubungan dengan penerbangan hanya moment saat Anya dan Ale pertama kali bertemu.

Emm, jujur, ada kekecewaan yang masih mengganjal di benak saya tentang kisah Ale dan Anya. Mungkin karna -- seperti biasa -- kadar ekspektasi saya terlalu tinggi sebelum membaca novel ini. Menurut saya, konflik utama dalam novel ini terlampau sederhana. Apalagi untuk membuat suami-istri yang tadinya semanis itu sampai bertahan hingga berbulan-bulan menjadi orang asing bagi satu sama lain. Saya tahu cobaan yang dihadapi Ale dan Anya amat berat, tapi apakah Anya sekerashati itu untuk bersedia memberi maaf pada suaminya yang hanya melakukan satu kesalahan yang sepertinya tidak benar-benar ia sengaja?!

Ohya, ada satu lagi yang mengganjal dan bikin saya bingung. Di satu sisi saya salut karna meski novel ini bercerita tentang kehidupan modern ala orang metropolitan, tapi masih memasukkan unsur-unsur agam di dalamnya. Ale digambarkan sebagai laki-laki yang cukup taat agama. Selalu sholat jumat, bahkan selalu mengingat potongan ayat suci saat hatinya tengah gundah.

""Maa wadda'akan robbuka wamaa qalaa. Walal-aakhiratu khayrun laka mina l-uulaa. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu dari pada yang sekarang (permulaan)." Dua ayat yang selalu gue pegang dalam hati. Gue yakin kalau gue kuat melalui ujian ini, untuk gue sendiri dan juga untuk Anya, ada sesuatu yang lebih indah yang menunggu kami berdua di depan sana" (Hal. 121)

Namun di sisi lain, saya dibuat nggak habis pikir kenapa Ale dan Anya memelihara anjing dan dengan sangat santai sering memeluk-cium anjingnya tersebut. Terus gimana dengan najisnya?

Tapi secara keseluruhan novel ini menghibur. 3 bintang dari saya untuk Critical Eleven :)

Rabu, 05 Agustus 2015

Dwilogi "Love, Hate & Hocus-Pocus" Dan "Love, Curse & Hocus-Pocus"

Judul: Love, Hate & Hocus-Pocus
Penulis: Karla M. Nashar
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
No. ISBN: 978-979-22-8961-9

Judul: Love, Hate & Hocus-Pocus
Penulis: Karla M. Nashar
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
No. ISBN: 978-979-22-8976-3

Hate at first sight. itulah definisi yang tepat untuk menggambarkan Troy Mardian dan Gadis Parasayu. mereka partner kerja yang dinamis -- sedinamis gejolak permusuhan yang terus meletup di antara mereka berdua.

Menurut Gadis, Troy Mardian adalah contoh sempurna tipe manusia yang tercabut dari akarnya. jelas-jelas asli Indonesia, kok pakai bertingkah ala bule? Sedangkan menurut Troy, Gadis Parasayu (atau Paras Ayu) adalah nama terkonyol yang pernah didengarnya. Di Amerika tempat Troy dibesarkan, nggak ada orangtua yang cukup gila menamai anak mereka dengan Beautiful Face Girl. Narsis sekali! Hanya satu persamaan mereka. Sama-sama nggak percaya hocus-pocus, ramal-meramal, paranormal, atau apa pun yang berhubungan dengan dengan dunia pernujuman.

Lalu apa yang terjadi saat mereka terbangun pada suatu Minggu pagi cerah, dan mendapati diri mereka berada di ranjang yang sama?

oOo

Love, Hate & Hocus-Pocus merupakan novel karya Karla M. Nashar yang pertama kali saya baca. Lalu dilanjutkan dengan novel kedua Love, Curse & Hocus-Pocus. Bercerita tentang Troy Mardian dan Gadis Parasayu yang merupakan partner kerja di BPI. Meskipun sejatinya mereka merupakan partner kerja, pada kenyataannya mereka justru mirip dengan musuh bebuyutan.

Kata orang, benci yang terlalu besar justru bisa berubah jadi cinta. Apakah itu juga akan berlaku juga pada Troy dan Gadis? Agak mudah ditebak, ya. Haha *spoiler*

Yah, meskipun jika diikuti secara detail, jalan ceritanya benar-benar penuh kejutan. Jalan ceritanya loncat-loncat antara kenyataan dan 'alam lain' yang menjungkir-balikkan akal pikiran mereka. Teka-teki bahkan berlanjut, dan berusaha mereka bongkar hingga ke Inggris (ada di novel yang ke-2). Berhasilkah mereka membongkar misteri itu? Dan beranikah mereka jujur pada diri mereka sendiri atas perasaan mereka? Silahkan dibaca sendiri :D

Saya kasih 3 dari 5 bintang untuk novel ini. Gaya penceritaannya asyik. Namun sayangnya, saya kurang suka cerita yang berbau fantasi dan di luar akal sehat. Hihi, otak kiri banget, yes :p Ohya, saya juga agak gerah sama cara berantemnya Troy dan Gadis. Terkesan nggak elegan dan terlalu kekanak-kanakan untuk ukuran orang yang berpendidikan dan punya posisi cukup penting di sebuah perusahaan besar.

Senin, 27 Juli 2015

Montase: Kisah Cinta Gadis Sakura dan Pencinta Film Dokumenter

Judul : Montase
Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 357 hlm
Terbit : 2012

 Aku berharap tak pernah bertemu denganmu.
Supaya aku tak perlu menginginkanmu,
memikirkanmu dalam lamunku.
Supaya aku tak mencarimu setiap kali aku rindu.
Supaya aku tak punya alasan untuk mencintaimu.
Dan terpuruk ketika akhirnya kau meninggalkanku.
Tapi...,
kalau aku benar-benar tak pernah bertemu denganmu,
mungkin aku tak akan pernah tahu seperti apa rasanya berdua saja denganmu.
Menikmati waktu bergulir tanpa terasa.
Aku juga tak mungkin bisa tahu seperti apa rasanya sungguh-sungguh mencintai...
dan dicintai sosok seindah sakura seperti dirimu.

Saya sudah menyelesaikan novel Montase karya Windry Ramadhina ini kalo nggak salah sudah lebih dari tiga bulan yang lalu. Jadi sebenernya mau nulis review sudah agak kesulitan, feel-nya udah ilang, dan parahnya... saya nggak bikin coretan apapun waktu baca. Huhu. Entah ada apa dengan saya #tsaahh

Novel Montase ini bercerita tentang anak-anak mahasiswa perfilman. Tentu bukan seluk-beluk kuliah film yang dibahas Mbak Widry. Kisah cinta tetap menjadi tema utama. Hanya saja, dilihat dari beberapa novel lainnya, Mbak Windry memang selalu mengangkat sebuah 'dunia' bagi para tokohnya.

Rayyi, Andre, Sube dan Bev. Empat bersahabat yang kesemuanya merupakan mahasiswa Fakultas Film. Lalu ada Haru Enomoto. Seorang mahasiswi Jepang yang tengah mendapat kesempatan belajar di IKJ selama beberapa bulan.

Rayyi merupakan anak seorang produser film terkemuka. Ayahnya sangat berharap anak laki-lakinya bisa menjadi penerusnya, dan mendorong anaknya untuk mengambil peminatan produksi. Sayangnya Rayyi tak menyambut keinginan ayahnya. Ia jauh lebih tertarik pada bidang film dokumenter, yang akhirnya menjadi pemantik konflik antara ia dan ayahnya.

Haru, si gadis berkepala angin yang pada awalnya terlihat aneh dan ceroboh di mata Rayyi, berhasil mencuri perhatian Rayyi melalui karya film dokumenternya. Mereka akhirnya semakin akrab saat Samuel Hardi -- seorang dosen tamu -- menyuruh mereka mengikuti IDFA, sebuah kompetisi film dokumenter berskala international. Dan bisa diduga, cinta perlahan tumbuh di antara mereka. Meski akhirnya Rayyi harus menahan kecewa dan sedih, karna Haru pulang ke Jepang dengan tiba-tiba, lalu hilang tanpa kabar.

Yah, begitulah kira-kira yang saya ingat dari novel ini. Suka sih. 4 dari 5 bintang. Cuma kalo bicara kesan, jujur yang paling dalam kesannya di hati saya adalah novel London. Tapi overall, selalu suka sama cara bercerita Mbak Windry :)

Kamis, 11 Juni 2015

12 Menit: Suka Duka Marching Band Bontang Pupuk Kaltim Demi Bisa Tampil di Grand Prix Marching Band


 Judul Novel: 12 Menit
Penulis: Oka Aurora
Penerbit: Noura Books
ISBN: 978-602-7816-33-6



12 Menit bercerita tentang Marching Band Bontang Pupuk Kaltim. Tentang orang-orang di dalamnya yang mengerahkan sebaik-baik usaha demi membuat marching band mereka dilirik Ibukota. Meski jalannya terjal, duri bertebaran, dan liku seperti tak ada ujungnya. Berbagai rintangan yang tak jarang membuat mereka goyah, bahkan sempat memilih hendak menyerah.


Adalah Rene. Seorang gadis yang sudah terjun sebagai anggota marching band sejak masih SMA. Lalu minatnya pada bidang itu semakin mengakar kuat sejak orangtuanya mengirimnya kuliah di Fakultas Music Education and Human Learning di Amerika. Di Amerika, Rene pun berhasil menjadi salah satu anggota marching band, bahkan prestasinya terus melejit hingga mencapai salah satu posisi penting dalam world class corps. Sekembalinya ke Jakarta, Rene melatih marching band milik sebuah perusahaan. Hingga akhirnya hatinya tergugah untuk membantu Marching Band Bontang Pupuk Kaltim untuk melejitkan diri dengan menjadi pelatih mereka. Rene tahu persis, melatih anak-anak Bontang akan sangat jauh berbeda dengan melatih anak-anak di Jakarta. Terutama dalam hal mental. Tapi Rene tetap tidak menyangka bahwa ia harus melewati babak-babak dramatis dan mengaduk-aduk perasaan demi membawa Marching band Bontang Pupuk Kaltim menuju GPMB (Grand Prix Marching Band) di Jakarta.

Selain Rene, ada beberapa tokoh penting lain dalam novel 12 Menit ini. Tokoh-tokoh dengan keistimewaan masing-masing, yang membuat novel ini semakin sarat dengan permainan emosi.

Tokoh pertama yang sangat menarik hati saya adalah Tara. Tara adalah seorang anak yang mempunyai keterbatasan pendengaran, sejak mengalami kecelakaan beberapa tahun silam – yang sekaligus merenggut nyawa ayahnya. Ia menjadi anak yang sangat tertutup dan minder sejak saat itu. Kadang tak terkontrol emosinya. Terlebih ia merasa sendiri, karna ibunya memutuskan untuk melanjutkan studi ke luar negeri, sehingga Tara hanya tinggal bersama kakek dan neneknya di Bontang. Kakek dan Nenek Tara amat sabar dan menyayangi Tara. Mereka tak lelah membesarkan hati Tara, hingga akhirnya Tara bersedia bergabung dengan Marching Band Bontang Pupuk Kaltim. Meski punya keterbatasan pendengaran, Tara sangat menguasai nada-nada snare drum. Namun tak ayal, Tara tetap tak terhindarkan dari kesalahan-kesalahan, yang kadang tak bisa ditolerir oleh idealisme Rene. Pada suatu hari, saat hari dihelatnya GPMB semakin dekat, Tara membuat kesalahan. Sialnya, Rene tak bisa mengendalikan emosinya. Rene marah, dan mengucapkan kalimat yang mengiris sisi paling sensitif hati Tara.

“Terngiang-ngiang terus suara Rene yang keras tadi. Kalau telingamu tak bisa dipakai, pakai matamu! Dan, pakai hatimu!” (Hal 142)

Tara marah. Ego dan hatinya tidak terima. Ia mogok dari marching band. Memilih mengunci diri di kamar, dan menutup telinga dari semua nasehat kakek-neneknya.

“Kadang-kadang, hidup itu, ya, kayak gitu, Dek. Kayak dorong mobil di tanjakan,” jelas Opa, “susah. Berat. Capek. Tapi, kalau terus didorong, dan terus didoain, insya Allah akan sampai.” (Hal 160)

Lalu ada Elaine. Gadis pemain biola dari Ibukota yang dengan berat hati harus mengikuti orangtuanya pindah ke Bontang, karena ayahnya yang merupakan pejabat di Pupuk Kaltim dipindahtugaskan ke Bontang. Elaine sedih. Berat sekali meninggalkan kelompok musiknya di Jakarta. Di Bontang, demi memenuhi hasrat bermusik Elaine, ia bergabung dengan Marching Band Bontang Pupuk Kaltim. Meski awalnya ayahnya menentang keras keinginan Elaine itu. Bagi ayahnya, hal itu sama sekali tidak penting dan hanya membuang-buang waktu. Ayahnya ingin Elaine hanya belajar, belajar, belajar agar kelak menjadi ilmuan. Saat akhirnya mengijinkan Elaine bergabung dengan marching band, ayahnya mensyaratkan beberapa hal, yang jika Elaine melanggarnya, maka jangan harap ia masih bisa ada dalam marching band tersebut. Hingga akhirnya, saat tenggat waktu GPMB semakin tipis, Elaine melakukan pelanggaran. Ayahnya berang. Elaine tidak lagi diperbolehkan ikut marching band, padahal ia merupakan pemegang posisi penting.

Dan satu lagi tokoh yang kehadirannya membuat novel ini semakin mengaduk-aduk perasaan, yaitu Lahang. Ia adalah seorang anak dari pedalaman. Rumahnya nun jauh, dan setiap hari harus ia tempuh dengan berjalan demi untuk latihan. Lahang cinta pada marching band. Terlebih dengan bergabung dengan marching band ia bisa melihat salah satu mimpi terbesarnya, sekaligus janjinya pada ibunda yang telah tiada seperti di depan mata. Mimpi melihat Tugu Monas dengan matanya sendiri. Namun langkah Lahang tak mudah. Ia goyah. Ketika kondisi kesehatan ayahnya semakin menunjukkan penurunan. Ia amat tak ingin jika saat ayahnya akhirnya tiada, ia tak ada di sampingnya. Persis seperti saat ia kehilangan ibunda. Namun garis kehidupan memaksa Lahang untuk berani menentukan pilihan. Berangkat ke Jakarta untuk membayar lunas ratusan menit latihan melalui GPMB sekaligus melihat Tugu Monas, atau tetap tinggal di samping sang ayah yang tinggal menunggu waktu meregang nyawa?!

Novel 12 Menit menurut saya mirip dengan novel Laskar Pelangi. Bercerita tentang perjuangan anak-anak bangsa untuk meraih apa yang mereka cita. Bercerita tentang perjuangan mengalahkan diri sendiri, yang tanpa sadar seringkali dijajah rasa tak percaya diri. Bahasanya ringan, mudah dicerna, dan berisi banyak sekali nasehat tanpa terasa menggurui pembaca. 5 dari 5 bintang untuk novel ini.

Ah ya, ada kutipan yang paling saya suka dalam novel ini:

“Orang-orang Dayak tak terbiasa menyampaikan simpati dengan kata-kata. Atau dengan sentuhan. Jika ada yang meninggal seperti ini, orang Dayak tak akan berbondong-bondong berusaha menghibur yang berduka. Apalagi dengan kalimat-kalimat penghiburan yang sangat standar, seperti, “Sabar, ya, semua ini pasti ada maksudnya.” 
Semua orang yang pernah ditinggal mati orang terdekatnya, pasti pernah punya kesadaran ini: bahwa dia memang sedang bersabar, karena kalau dia tak sabar, dia pasti sudah gila. Semua proses berduka seperti menangis, meraung, menangis lagi, itu adalah bagian dari upaya menyempurnakan sabar. Orang-orang Dayak paham betul itu” (Hal 103)

Rabu, 20 Mei 2015

WALKING AFTER YOU: Hidup di Balik Bayang-Bayang Kematian Saudara Kembar


Judul Buku: Walking After You
Penulis; Windry Ramadhina
Penerbit: GagasMedia
Tahun Terbit: 2014
Nomor ISBN: (13) 978-979-780-772-6

Terlahir sebagai anak kembar mungkin merupakan kebahagiaan bagi sebagian orang. Siapa yang tak bahagia jika bisa memiliki sahabat karib sejak lahir?! Memiliki banyak persamaan, saling mengerti dan memahami, serta memiliki ikatan batin yang saling menghubungkan satu sama lain adalah beberapa hal menyenangkan yang dimiliki oleh sebagian besar anak kembar.

Anise – yang biasa disapa An, dan Arlet hampir memiliki semua itu. Mereka sama-sama memiliki ketertarikan besar pada dunia dapur, meskipun berbeda jalur. Arlet amat gemar memasak kue, sedangkan An mencintai berbagai menu masakan Italia. Mereka akhirnya menekuni hobi tersebut dan bersekolah di Le Cordon Bleu – Sydney (Hal. 82). Mereka juga memiliki impian bersama, yaitu mendirikan sebuah trattoria. Meskipun itu sebenarnya adalah impian An, namun Arlet selalu rela meleburkan mimpinya bersama impian saudara kembarnya (Hal. 112).

Segalanya menjadi terasa rumit ketika An dan Arlet menjatuhkan hati pada pria yang sama, bernama Jinendra (Hal. 81). Jinendra adalah pemilik restoran Italia bernama La Spezia. An dan Arlet sempat bekerja di restoran itu. Sebelum akhirnya situasi menjadi runyam ketika Arlet menangkap basah Jinendra tengah bermesraan dengan An pada malam ulang tahun mereka (Hal. 123). Arlet marah. Mereka berdua bertengkar hebat di dalam mobil saat perjalanan pulang. Hingga akhirnya An lepas kendali dan terjadilah kecelakaan maut yang merenggut nyawa Arlet selamanya (Hal. 126).

Sejak kepergian Arlet, An terus dihantui rasa bersalah. Selama hidupnya Arlet selalu rela mengalahkan impiannya sendiri demi impian An, tetapi An tidak pernah sekalipun melakukan hal serupa untuk Arlet – termasuk tentang Jinendra. Ia terus mengingat pertanyaan Arlet sebelum kecelakaan terjadi, “Aku bisa melepaskan impianku untukmu. Kenapa kau tidak bisa melepaskan Jinendra untukku?” (hal. 126).

An ingin membayar semua penyesalannya pada Arlet dengan cara melakukan hal-hal yang dulu ingin Arlet lakukan. Salah satunya dengan bekerja di toko kue. Dengan alasan itulah ia tak lagi bekerja di restoran, dan lebih memilih bekerja di Afternoon Tea – sebuah toko kue milik sepupunya.

An mendapat posisi sebagai asisten Julian Рkoki utama kebanggaan Afternoon Tea. Hubungan antara Andan Julian yang sangat fluktuatif menjadi salah satu daya tarik utama dalam novel ini. Julian yang semula sama sekali tidak mengacuhkan kehadiran An perlahan-lahan mulai melunak. Bahkan Julian mengundang An kerumahnya untuk mengajarinya membuat souffl̩ cokelat (Hal. 66).

“Kata Arlet, pada saatnya nanti, dia pasti akan jatuh cinta kepada lelaki yang kuat dan berani seperti aku. Sementara itu, masih kata Arlet, aku pasti akan jatuh cinta kepada lelaki yang manis dan pemalu seperti dia.” (hal .295). An merasa ada beberapa sifat Julian yang membuatnya teringat pada Arlet. Hal itu membuat perasaan An mulai berubah pada Julian, meskipun ia belum yakin itu cinta karena bayangan Jinendra masih amat kental dalam benaknya.

Saat hubungan An dengan Julian sudah semakin semakin mencair, An melakukan sebuah kesalahan fatal yang mempertaruhkan nama baik Afternoon Tea (hal. 245). Bahkan Julian meminta Galuh – sepupu An sekaligus pemilik Afternoon Tea untuk memecat An. An marah pada dirinya sendiri. Ia tenggelam dalam kesedihan dan kembali disiksa perasaan bersalah pada Arlet. Galuh berkata bahwa tak seharusnya ia bekerja di Afternoon Tea hanya demi Arlet, dan melupakan bakatnya sebagai koki masakan Italia (hal. 250).
Pada saat An merasa sangat sedih karena harus dipecat dari Afternoon Tea, Jinendra kembali hadir. Laki-laki itu membawakan sebuah kabar besar untuk An, yang dulu merupakan salah satu impian besar An. Meski Jinendra harus kecewa lantaran An ternyata tak serta-merta menerimanya dengan sukacita (Hal. 299). An masih terus menimbang. Hidup untuk melakukan hal-hal yang disenangi Arlet demi membayar rasa bersalahnya, atau berdamai dengan dirinya sendiri dan kembali mengejar cita-citanya sendiri.

Walking After You merupakan novel ber-genre romance yang tidak hanya berkisah tentang hubungan percintaan antara laki-laki dan perempuan. Di sela-sela kisahnya juga akan ditemukan banyak pengetahuan tentang dunia memasak –  terutama tentang kue. Meskipun kalimat-kalimatnya menggunakan bahasa baku dan sesuai dengan EYD, namun tidak menjadikan novel ini terasa kaku dan tak mengurangi nuansa romantisnya.

Selasa, 28 April 2015

EVERGREEN: Selalu Ada Orang Yang Jauh Lebih Menderita Dari Kita



 Judul: Evergreen
Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Grasindo

Rachel adalah seorang gadis yang tengah depresi karena baru saja dipecat dari pekerjaannya sebagai seorang editor di Sekai Publishing. Ia dipecat lantaran menelantarkan salah satu draft buku yang dikirim padanya, dan kemudian menolaknya dengan cara yang tidak baik. Bersamaan dengan itu, sahabat-sahabat baiknya menjauhinya. Mereka seolah tidak sudi lagi mendengarkan berbagai keluhan Rachel. Lengkap sudah alasan bagi Rachel untuk semakin merasa depresi. Ia bahkan sempat berniat untuk jisatsu (bunuh diri). Tapi niat itu sirna ketika pada suatu hari kakinya mengunjungi sebuah kafe es krim dengan banyak pelayan baik hati. kafe itu bernama Evergreen.

Sejak hari itu Rachel selalu ingin berkunjung ke Evergreen. Hingga pada suatu hari Yuya – sang pemilik kafe, menawari (memaksanya) agar Rachel bekerja di Evergreen saja. Yuya tahu dari Fumio – salah satu pelayan Evergreen –yang sempat mengantarkan Rachel pulang. di tengah perjalanan Rachel bercerita pada Fumio tentang masalahnya dan tentang niatnya untuk jisatsu. Meski tadinya Rachel menolak tawaran Yuya karena merasa malu jika harus menjadi pelayan dan tidak punya keahlian di dapur sedikitpun, pada akhirnya Rachel bersedia bergabung di Evergreen.

Seiring waktu, Rachel belajar banyak hal di Evergreen. Ia mulai menyadari sifat-sifat buruknya – terutama yang membuatnya dijauhi sahabat-sahabatnya sendiri. di Evergreen semua pelayannya memiliki ujian hidup yang tidak bisa dikatakan ringan. Tapi itu tak membuat mereka membenci hidup. Ujian berat itu tak menjadikan mereka merasa menjadi orang paling merana dan kemudian berhenti berbuat baik pada orang lain meskipun hanyak sekedar bersikap ramah dan tersenyum setulus hati. Yuya orangtuanya jisatsu. Fumio hari-harinya dipenuhi teka-teki tentang di mana ayahnya saat ini, dan memiliki adik yang mengidap penyakit serius. Gama ibunya telah tiada. Sedangkan Kari harus menahan perih karena laki-laki yang amat dicintainya justru sama sekali tak mengingatnya.

Pada suatu hari, saat Rachel hendak menyambut pengunjung kafe, ia dibuat terkejut karena ternyata mereka adalah para sahabatnya. Sebelum Rachel keluar, ia sempat mencuri dengar pembicaraan sahabat-sahabatnya yang ternyata tengah membicarakan dirinya. Pada moment itu mata Rachel seperti dibuka lebar-lebar. Ia seperti baru sadar, betapa egois dirinya selama ini.

“Kau hanya ingin menerima, Kau ingin diperhatikan, disayangi, dipedulikan. Tak pernahkah kau menanyakan pada dirimu sendiri berapa banyak Kau telah member? Berapa banyak yang telah Kau lakukan untuk sahabat-sahabatmu?” (halaman 79, ucapan Mei – sahabat Rachel – pada Rachel)

Di Evergreen juga ada seorang pelanggan tetap. Ia selalu duduk di tempat yang sama, dan selalu membaca buku yang sama setiap mengunjungi Evergreen. Ia bernama Taichiro. Saking seringnya Taichiro berkunjung, ia seperti sudah menjadi bagian dari Evergreen. Namun Rachel merasa agak ganjil. Tatapan Taichiro pada Rachel seperti penuh arti. Pada pada akhirnya, Rachel akhirnya tahu bahwa secara tidak sadar ia punya kesalahan teramat besar pada Taichiro di masa lalu, dan untuk pertama kalinya bertekad untuk berbuat baik sekaligus menebus kesalahan tersebut.

Melalui Evergreen kita akan belajar, bahwa saat kita menjadi orang paling menderita karena suatu hal, sesungguhnya kita tengah lupa bahwa di luar sana banyak sekali orang yang jauh lebih menderita dibanding kita. Di Evergreen kita akan belajar, bahwa saat kita berbuat baik untuk orang lain, maka kita akan memperoleh kebaikan yang jauh lebih baik. Di Evergreen kita akan belajar, bahwa hidup terlalu indah untuk disia-siakan begitu saja.

5 dari 5 bintang untuk karya teramat indah ini:)

Minggu, 12 April 2015

Selamat Ulang Tahun Blogger Buku Indonesia (BBI)

Saya gabung kalo nggak salah menjelang akhir tahun 2014 lalu. Lupa sihh tepatnya bulan apa :(. Motivasi gabung sih tadinya karna dikomporin Mba Esti. Hehe.
Dulu waktu dinyatakan diterima sebagai member BBI seneeeeeeng banget. Soalnya tadinya sempet hopeless... secara, jarak antara saya daftar dan sampi akhirnya diterima tuh lumayan lamaaa. Sebulan lebih.

Lalu setelah diterima? Jujur, jiper abissss :(((. Bacaannya pada ngeri-ngeriii. Kebanyakan yang saya tahu temen-temen BBI banyak banget yang hobi baca buku impor. Padahal saya baca buku terjemahan aja kepala langsung diputerin bintang -,-'. Selain buku impor, temen-temen juga kebanyakan pada suka novel fantasi. Sedangkan saya? Nggak doyan genre itu :(( Tapi yaudah sih, tiap orang kan dilahirkan dengan minat dan selera masing-masing, yaa... termasuk selera baca. Kalo semua suka novel fantasi, nanti kasian penulis-penulis novel yang menye-menye. Hihi.

Nggak lama setelah gabung BBI, saya kemudian gabung grup whatsapp BBI-JogloSemar. Seneeeeng banget bisa gabung grup rumpi ini. Hihi. Dulu sih awal saya gabung, di JogloSemar ada kebiasaan unik. Yaitu, cerita kismis tiap malam. Cerita kismis yang lalu ditingkahi komentar-komentar yang bikin mules gara-gara ketawa. Selain rumpian tentang buku (yang saya banyak nggak mudengnya) tentunya. Tapi tradisi kismis kayaknya mulai punah sih, kehabisan stok :D.Tapi baca rumpian kocak mereka (meski lebih sering jadi silent reader) tuh selalu menyenangkan. Selalu bisa jadi hiburan di tengah penatnya rutinitas kerja #tsaaaah.

Kalo bicara soal perubahan saya setelah gabung sama BBI, jujur belum terlalu signifikan sih :(. Iya, saya ngaku kok belum all out. Masih nggak fokus dan kurang serius. Tapi meski belum siginifikan, tentu saja tetap ada kemajuan bagi saya. Yang paling utama, saya selalu berusaha menulis review atas buku-buku yang saya baca. Kalopun reviewnya belum begitu berkualitas *ngaku*, seenggaknya beberapa tahun ke depan, saya nggak akan kehilangan arsip dan memori atas apa saja yang pernah saya baca.

Anyway, saya tetep bersyukuuurrr sekali bisa bergabung sama BBI. Semoga, momentum ulang tahun BBI yang ke-4 ini bisa menjadi momentum bagi BBI untuk menjadi komunitas yang lebih keren dan bermanfaat, sekaligus menjadi perubahan ke arah yang lebih baik dari saya -- khususnya di bidang baca-membaca dan tulis-menulis. Aamiin.

Selamat ulang tahun yang ke-4 BeBI... :*

Senin, 06 April 2015

Api Tauhid: Novel Sejarah Tentang Badiuzzaman Said Nursi

Judul Buku: Api Tauhid
Penulis: Habiburrahman E Shirazy
Penerbit: Republika
ISBN: 978-602-8997-95-9

Setelah cukup lama tidak terdengar debut novelnya setelah keberhasilan dua novel fenomenal yaitu Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, kini Habiburrahman kembali menyuguhkan karyanya. Kali ini Kang Abik mempersembahkan novel berjudul Api Tauhid. Berbeda dengan novel-novel sebelumnya yang garis besar temanya adalah tentang cinta, Api Tauhid ini merupakan novel sejarah sekaligus novel biografi tokoh ulama yang berasal dari Turki, yaitu Said Nursi. Tapi bukan berarti tidak ada bumbu cerita cinta sama sekali.

Adalah Fahmi, seorang mahasiswa asli Jawa Timur yang sedang menimba ilmu di negeri Para Nabi. Ia amat terpukul mendengar permohonan dari ayah mertuanya – Kyai Arselan – untuk menceraikan putrinya secara tiba-tiba dan tanpa alasan yang jelas. Untuk mengobati kepedihan hatinya, Fahmi memutuskan untuk I’tikaf di Masjid Nabawi selama berhari-hari dan bertekad untuk tidak akan membatalkan I’tikafnya sebelum ia menamatkan hafalan Qur’annya sebanyak 40 kali. Apa yang dikhawatirkan teman-temannya – Ali dan Hamzah – terjadi. Fahmi jatuh sakit.

Setelah kondisi kesehatannya membaik, Fahmi memutuskan untuk ikut Hamzah pulang ke Turki. Ia ingin mencari pencerahan jiwa dengan melihat negeri penuh sejarah itu, sekaligus ingin napak tilas perjalanan ulama Said Nursi. Dari situ, sejarah tentang perjalanan hidup Said Nursi pun terpapar dengan amat lengkap – sejak beliau masih kanak-kanak hingga menjadi tokoh paling dikenal di Turki.

Said Nursi adalah seorang ulama yang mendapat gelar Badiuzzaman atau keajaiban zaman. Ia telah hafal banyak sekali kitab saat usianya masih amat belia. Ia juga menjadi tokoh yang menentang keras sistem sekularisme di Turki. Selain sejarah tentang perjalanan hidup Said Nursi, dalam novel ini juga banyak sekali ternukil pesan-pesan kebaikan dari beliau.

Karena Api Tauhid merupakan novel sejarah, maka tentu saja membaca novel ini akan sangat berbeda rasanya dengan saat membaca novel Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih. Dalam Api Tauhid, kisah cinta antara Fahmi dan Nuzula hanya sebatas ‘hiasan’ untuk memperindah novel. Namun sayangnya, novel ini sepertinya digarap dengan kurang maksimal. Ada cukup banyak typo/salah ketik. Salah satunya di halaman 82. Dalam narasi novel disebutkan bahwa lahirnya Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan tanggal 22 April, sedangkan pada catatan kaki ditulis 20 April. Lalu mana yang benar? Kisah cinta antara Fahmi dan Nuzula juga terasa agak hambar dan terkesan dipaksakan.

Untuk Api Tauhid, 3 bintang saja dari 5 bintang. Sepertinya saya belum bisa benar-benar move on dari catatan cemerlang Kang Abik lewat Ketika Cinta Bertasbihnya. Jadi – jujur – novel Api Tauhid ini menjadi obat rindu pada tulisan beliau yang agak sedikit mengecewakan.

Senin, 23 Maret 2015

Coupl(ov)e: Sahabat Yang Jadi Suami-Istri


Judul buku: Coupl(ov)e
Penulis: Rhein Fathia
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-602-7888-12-8

Sahabat jadi cinta. Tema itu sepertinya nggak pernah ada matinya. Selalu punya daya tarik yang menggelitik. Dua orang – laki-laki dan perempuan – yang tadinya berlindung di balik jubah persahabatan toh pada kenyataannya banyak yang menyerah pada pepatah jawa ‘witing trisna jalaran saka kulina’.

Halya dan Raka ada salah satu kisah yang menjadi bukti atas hal itu. Bersahabat sejak SMA, lalu di ujung masa pencarian akhirnya memutuskan menikah hanya atas dasar: ‘apalagi yang dicari?’. Yup, logika mereka sederhana saja. Mereka sudah sama-sama saling ngerti kebaikan dan keburukan masing-masing, sudah bersama sekian lama. Maka rasanya tidak sulit bagi mereka untuk hidup bersama di bawah naungan rumah tangga.

Meski pada akhirnya mereka harus mengakui bahwa semuanya nggak sesederhana itu. Pernikahan itu terjadi bersama beberapa permintaan Halya pada Raka yang terasa agak menyiksa. Halya masih teramat sulit mengesampingkan mainset bahwa Raka adalah sahabatnya. Dia belum benar-benar siap dengan perubahan status dan pola hubungan antara antar-sahabat dengan suami-istri.

Hal itu kemudian diperparah oleh keping-keping masa lalu yang masih mereka genggam. Halya masih amat mencintai Gilang – lelaki yang pernah melamarnya dan menjanjikan pernikahan. Pada awalnya Raka mengerti. Ia tidak menuntut Halya untuk melupakan Gilang seketika. Tapi ego kelelakiannya mulai tidak terima ketika Halya tak juga menunjukkan kepedulian padanya sebagai seorang istri kepada suami – dan justru masih mengekspresikan cinta yang demikian besar pada Gilang. Pada saat itulah Rina – masa lalu Raka – hadir. Seseorang yang amat berkesan di masa lalu Gilang. Orang yang tepat pada waktu yang tepat. Situasipun berubah runyam, hingga Halya dan Raka mulai goyah dan ragu; apakah mereka masih mampu mempertahankan rumah tangga yang tak sehat seperti itu?!

Membaca Coupl(ov)e ibarat makan permen nano-nano. Manis-asam-asin datang silih berganti, bahkan kadang bersamaan. Meski novel atau cerita yang mengambil tema utama ‘sahabat jadi cinta’ sudah cukup banyak, tapi Coupl(ov)e punya daya tarik yang membuatnya berbeda dan nggak terasa membosankan untuk diikuti jalan ceritanya. Yah, meskipun flashback ke jaman Raka dan Halya muda (SMA dan kuliah) sempat terasa agak melelahkan. Tapi hal itu rasanya berhasil ditutupi oleh gaya bercerita yang mengalir dan diksi yang lincah serta ringan. Obrolan Raka dan Halya juga terasa segar dan cukup humoris. 3,5 dari 5 bintang untuk novel ini.

Rabu, 11 Maret 2015

PRICELESS MOMENT: Tentang Momen Berharga Antara Ayah dan Dua Buah Hatinya

Judul Buku: Priceless Moment
Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Gagasmedia
ISBN: (13) 978-979-780-738-2

Kehilangan orang yang amat dicintai, konon akan terasa seperti kehilangan separuh nyawa. Apalagi jika kehilangan itu meninggalkan sebuah konsekuensi dan tanggung jawab yang cukup berat, dan selama ini belum sempat terbayangkan.

Hal itu dirasakan benar oleh Yanuar saat secara tiba-tiba harus kehilangan Esther – istrinya. Esther tertabrak mobil saat hendak menyebrang untuk menjemput Hafsha dan Feru – putra-putrinya, dan meninggal seketika. Yanuar linglung saat menyadari bahwa kini ia tak hanya berperan sebagai seorang Ayah yang berkewajiban mencari nafkah, tapi juga berperan sebagai ibu bagi Hafsha dan Feru. Sebuah peran yang sama sekali tidak Yanuar pahami. Selama ini Yanuar terlalu sibuk dengan pekerjaannya, hingga ia hampir benar-benar kehabisan waktu untuk Esther, Hafsha dan Feru.

Yanuar sedih saat menyadari bahwa Hafsha dan Feru terlihat lebih bahagia saat bersama dengan Wira – adiknya, yang pandai membacakan dongeng. Ia akhirnya sadar bahwa ia harus memperbaiki diri jika tak ingin merasakan penyesalan karena kehilangan momen-momen berharga dengan dua anaknya itu.

“Saya tidak bisa seperti ini terus.” Yanuar menangkupkan kedua tangan di meja. “Saya harus memperbaiki diri, perlahan.” (Halaman 29)

Ketika kedekatan dengan Hafsha dan Feru mulai terbangun, Yanuar kembali didera perasaan galau dan takut kehilangan saat Matilda – ibunda Esther, hendak mengajak Hafsha ke Meksiko saat liburan sekolah. Matilda ingin memperkenalkan Hafsha dengan Meksiko, karena ia ingin mewujudkan keinginan Esther untuk menyekolahkan Hafsha di sana, saat memasuki jenjang sekolah menengah nanti.

Sementara itu, seorang karyawati baru bernama Lieselotte cukup menarik perhatian Yanuar. Lieselotte cenderung penyendiri, terkesan arogan dan tidak peduli pada lingkungan. Tapi ia cukup takjub ketika mendapati Lieselotte begitu mudah akrab dengan anak-anak, termasuk Hafsha dan Feru saat mereka bertemu di sebuah acara gathering kantor mereka. Yanuar merasakan perasaan lain, meski ia belum yakin itu cinta. Yanuar masih tetap ingin memprioritaskan seluruh energinya untuk Hafsha dan Feru.

Priceless Moment menyuguhkan sebuah cerita tentang betapa momen berharga akan sangat meninggalkan penyesalan mendalam jika terlewatkan. Setiap kalimat dalam novel ini amat sarat dengan emosi yang mengaduk-aduk perasaan. Hubungan antara seorang ayah dan anak tergambar begitu nyata dan natural. Kalimat-kalimat Hafsha dan Feru juga benar-benar menggambarkan jiwa anak-anak mereka.

Jika ada hal yang membuat saya agak kurang sreg dalam novel ini, satu-satunya adalah tentang kisah cinta Yanuar dan Lieselotte. Rentang waktu hingga akhirnya mereka bertemu kembali rasanya terlalu panjang. Apalagi adegan saat mereka hujan-hujanan, sebelum akhirnya Lieselotte pindah ke Jerman. Rasanya adegan itu kurang pas untuk dua orang yang sama-sama dewasa.  Di luar itu, perfect!

Selasa, 17 Februari 2015

MARI LARI: Selesaikan Apa Yang Kamu Mulai

Judul Buku: Mari Lari
Penulis: Ninit Yunita
Penerbit: Gagasmedia

Kalaulah saya melihat novel ini di salah satu sudut toko buku, tanpa pernah baca resensinya terlebih dulu, mungkin saya nggak akan tertarik untuk membaca apalagi membelinya. Jujur covernya nggak menarik buat saya. Judulnya juga. Mari Lari? Duh, males, enakan Mari Tidur atau Mari Makan. Haha… apa siihhh!!

Yup, takdir membuat saya tertarik membaca novel ini lewat perantara review-nya Mba Ila. Dan setelah membacanya, saya sama sekali nggak nyesel. Pesan utamanya bagi saya teramat JLEB. Selesaikan apa yang kamu mulai, kalau nggak pengen nyesel di kemudian hari.

Rio – tokoh utama dalam novel ini – adalah seorang pemuda yang menyesal dan merasakan dampak buruk dari kebiasaan setengah-setengah dalam melakukan segala sesuatu. Dia sering ingin melakukan banyak hal, tapi baru setengah jalan dia akan cepat sekali menyerah pada rasa bosan. Nggak ada satupun hal yang ia selesaikan dengan baik, termasuk kuliahnya. Hingga ayahnya sampai pada batas limit rasa sabarnya, dan menyuruh Rio pergi dari rumah.

Rio bekerja di sebuah showroom mobil milik sahabatnya, sekaligus tinggal di situ – dalam kondisi yang serba memprihatinkan. Kinerjanya di showroom amat membuat sahabatnya amat prihatin pada sahabatnya. Rio sama sekali tidak menunjukkan performa yang mumpuni sebagai seorang marketer mobil. Ia pun amat menydari kondisi dirinya tersebut. Ia merenung, menyesali segala kesalahannya selama ini. Ia sadar  kebiasaan buruknya yang nggak pernah menyelesaikan apapun yang ia kerjakan selain merugikan dirinya sendiri, juga teramat mengecewakan dua orang yang paling ia sayangi dan menyayanginya: ayah dan ibunya. Lalu perlahan tekad untuk memperbaiki diri pun muncul.

Puncaknya, saat ia tahu bahwa ibunya menderita penyakit kanker. Rio ingin sekali membuat ibunya bangga dan bahagia. Rio ingin membalas kasih sayang tanpa batas ibunya dengan memperbaiki segala kesalahannya selama ini. Namun sayang, takdir berkata lain. Rio tak lagi memiliki waktu, karna ajal mengambil alih dunia ibunya.

Rio menyesal dan sedih. Tapi ia terlanjur berjanji akan membuat ibunya bahagia meski tak lagi hidup di dunia yang sama dengannya. Rio memperbaiki performanya di showroom dan berhasil meningkatkan kemampuannya menjual mobil. Ia juga mengejar semua ketertinggalan kuliahnya. Dan satu lagi yang terpenting, ia mulai lari. Ya, Rio tekun berlatih lari demi mengikuti event Bromo Maraton dengan memakai nomor ibunya yang mendapat undangan khusus. Ohya, FYI, ayah-ibu Rio adalah mantan atlet lari berprestasi. Meski ayahnya masih sangat meragukan Rio, toh akhirnya ia memberikan ijin pada Rio untuk memakai nomor ibunya, dengan sebuah syarat. Lalu apakah kali ini Rio akan menyelesaikan apa yang ia mulai dan berhasil mencapai finish line? Baca sendiri, lah, ya… hehe.

Ohya, btw… katanya ini novel udah ada filmnya, ya? Sumpah sama sekali nggak tahu lho malah. Filmnya yang kurang promosi atau kupernya saya yang semakin akut? Ah, entahlah. Haha.

Jumat, 30 Januari 2015

Berguru Nge-Blog Pada Para Blogger Senior


 Judul Buku: Buka-Bukaan Ala Blogger Kondang(an)
Penulis: Abdul Cholik, dkk
Penerbit: Sixmidad Energizing!
ISBN: 978-602-70506-6-2

Sejak dulu saya kurang suka membaca buku dengan genre non-fiksi. Tantangan terbesar saat memaksakan diri untuk membaca genre tersebut adalah: ngantuk yang pasti langsung datang padahal baru membaca satu-dua halaman. Apalagi buku non-fiksi semacam ‘tutorial blab la bla’ atau ‘tips dan trik blab la bla’, gitu… seringnya baru mau buka halaman pertama aja udah ngantuk. Hihi

Saat saya menerima buku ‘Buka-Bukaan Ala Blogger Kondang(an)’ dari Mbak Esti, jujur saya juga langsung kepikiran betapa sangat membosankannya membaca buku tersebut. Hmm, ya, saya ini blogger amatiran yang belagu. Cenderung malas belajar teori, lebih suka learning by doing. Tapi saya sangat sadar, teori adalah hal yang nggak boleh ditinggalkan dalam proses belajar.

Saya cukup terkejut ketika ternyata saya berhasil menyelesaikan buku ‘Buka-Bukaan Ala Blogger Kondang(an)’ ini dalam waktu dua atau tiga hari saja. Emm, FYI, kecepatan baca saya emang agak payah, dan saya bacanya nyicil. Jadi waktu  dua-tiga hari itu sudah tergolong lumayan cepat, sekali lagi, untuk kategori non-fiksi – yang pada dasarnya kurang saya suka. Lebih terkejutnya lagi, saya hampir nggak merasa bosan membaca bab demi bab dalam buku ini.

Buku Buka-bukaan Ala Blogger Kondang(an) ini terdiri dari 13 bab yang ditulis oleh 13 penulis berbeda – yang keseluruhannya adalah seorang blogger. Yup, karna yang menulis adalah para praktisinya langsung, jadi buku ini tidak berisi teori-teori macam buku diktat kuliah begitu. Para penulis memberikan pelajaran bagi para pembaca melalui cerita dan pengalaman yang mereka rasakan langsung dalam dunia blogging. 

Contohnya Mbak Haya Aliya Zaki yang menceritakan tentang awal-mula ia menjadi seorang food blogger yang akhirnya membawanya pada lading rizki-ladang rizki tak terduga dan sangat luar biasa. Juga Mba Esti Sulistyawan yang memberikan tips dan trik untuk membuat nama kita dan blog kita familiar dengan mengikuti komunitas-komunitas yang sesuai dengan passion blog kita.

Pada salah satu bab, saya merasa sangat tersindir. Bab tersebut berjudul ‘Siap Jadi Blogger; Antara Teori dan Praktik’ yang ditulisa oleh Pak Hariyanto Wijoyo. Hihi, selama ini rasanya saya belum balance dalam menerapkan dua unsure tersebut – masih berat sebelah (praktiknya). Jadi nggak heran ya, kalo perkembangan blog saya lambat banget dan gitu-gitu aja. Haha.Tips Menulis Produktif daari Pak Nuzulul Arifin juga sangat menarik buat saya yang sering sok sibuk dan ‘ngaku’ nggak punya waktu. Subjudul dari bab ini sangat menohok: menulislah sesibuk apa pun Anda. “Mengapa kita tidak mau menulis? Jawabannya pasti beragam. Tapi intinya adalah satu: kita malas untuk memulainya.” JLEB banget, kaaann??? :D

Bagi yang sering merasa kesulitan cari ide, cerita Mbak Susindra mungkin akan sangat membantu. Beliau bercerita tentang cara mencari ide dari hal apapun yang ada di sekitar kita. Dan kalo kita mau lebih peka, akan selalu ad aide menarik dari sekitar kita untuk bisa diubah menjadi tulisan menarik. Dan nasehat yang luar biasa dan menjadi kunci keistiqomahan nge-blog datang dari sosok paling lharismatik di dunia Blogging – Pakdhe Abdul Kholik. Apa nasehat beliau? Jangan hiatus! Nah, beberapa waktu lalu Mba Ila sempet bilang ke saya, banyak blogger senior yang sedang hiatu saat ini. hmm, sayang, ya, rasanya.

Nah, bagi yang baru akan mulai nge-blog, sudah nge-blog dan merasa butuh semangat untuk terus nge-blog, atau bahkan yang sedang benar-benar nggak punya semangat buat nge-blog, rasanya buku ini pas banget untuk dibaca. Cerita-cerita ringan yang nggak menggurui sangat aplikatif untuk diterapkan dan diserap ilmunya. Bahkan, Pak Akhmad Muhaimin Azzet nggak segan membagi alamat-alamat media yang bisa kita kirimi tulisan, bagi para blogger yang berniat merambah media massa cetak. Selain yang sudah saya ceritakan di atas, tentu saja masih banyak bab-bab lain yang berisi cerita serta tips-tips yang nggak kalah menarik. Satu kalimat untuk menggambarkan buku ini: simple tapi sarat ilmu.

Rabu, 21 Januari 2015

The Dream In Taipe City

 
 Judul: The Dream In Taipe City
Penulis: Mell Shaliha
Penerbit: Indiva Media Kreasi
ISBN: 9786021614167
 
Ella Tan adalah seorang gadis blasteran Jawa-Taiwan yang berjuang untuk melanjutkan kuliahnya di Universitas Nasional Taiwan seperti impiannya. Sesuai perjanjian kedua orangtuanya yang sudah berpisah, Ella Tan harus kembali tinggal dengan sang ayah yang asli orang Taiwan setelah dewasa. Meski demi memenuhi itu, Ella harus berlapangdada menerima perlakuan tidak menyenangkan dari istri ayahnya yang baru dan beberapa saudara tirinya. Tapi Ella lega ketika akhirnya ayahnya mengijinkannya tinggal di apartemen, jadi ia tak  harus setiap hari berhadapan dengan orang-orang yang selalu menguji kesabarannya. Dan saat itulah Ella seperti baru menyadari betapa ayahnya banar-benar menyayanginya. Hal itu tercermin dari betapa totalnya ayahnya menyiapkan segalaa kebutuhan Ella di tempat tinggal Ella yang baru, melengkapi apartemen Ella dengan berbagai macam perlengkapan yang sama sekali tidak Ella sangka sebelumnya.

Ella juga sangat bersyukur ketika ia akhirnya dinyatakan lulus seleksi masuk universitas impiannya, meski sebelumnya ia harus menghadapi rintangan dari ibu tirinya yang merampas surat pengumuman kelulusan Ella yang dikirim oleh universitas ke alamat rumah. Tapi semua itu bisa dilaluinya karna ia sudah bertemu dengan teman-teman baru yang amat baik. Mereka adalah para mahasiswa Universitas Nasional Taiwan yang berasal dari Indonesia. Saat berada di Negara lain yang jauh dari tanah air, bertemu dengan teman setanah air – meski baru kenal, sudah terasa seperti saudara. Begitupun Ella dan teman-temana barunya tersebut.

Selain mendapatkan teman baru yang sama-sama berasal dari Indonesia, Ella juga mendapatkan teman baru yang berasal dari korea bernama Kim Hae Yo – biasa dipanggil dengan Hae Yo. Hae Yo adalah seorang laki-laki yang supel, agak banyak bicara, dan asyik bagi Ella. Ia tidak sengaja berkenalan dengan Hae Yo saat mereka sama-sama menghadapi masalah mengenai surat pengumuman lolos seleksi masuk. Sejak saat itu, Hae Yo meminta Ella untuk menjadi sahabatnya.

Indahnya persahabatan antara Hae Yo dan Ella tak urung mengalami riak. Saat Ella diterpa perasaan yang tak menentu pada sang dosen muda di NTU     bernama Marcel Yo atau biasa disapa Mr. Yo – yang sudah beberapa kali membantunya. Sayangnya, Ella harus kecewa ketika tahu bahwa  ternyata Mr. Yo sudah memiliki kekasih bernama Miss Wang – yang ternyata juga merupakan wanita yang amat dikagumi Hae Yo.

Sedikit demi sedikit, perasaan Hae Yo pada Ella, dan sebaliknya – perasaan Ella pada Hae Yo, mulai bermetamorfosa justru ketika Hae Yo harus cuti dari kuliahnya untuk pulang ke Korea karna ayahnya sakit. Tapi Hae Yo berjanji pada Ella melalui sebuah surat bahwa ia akan kembali. Dan saat Hae Yo kembali, semuanya tak lagi sama – terutama antara ia dan Ella.

Kisah cinta yang disajikan dalam novel ini cenderung ringan. Gaya berceritanya pun ringan dan mengalir. Tapi, saya sempat merasa bahwa ada beberapa kemiripan ide cerita novel ini dengan novel First Time In Beijing karya Riawani Elyta. Tapi pesan moral yang tersirat dalam novel ini cukup banyak dan rasanya tidak terkesan menggurui.

Selasa, 13 Januari 2015

RINDU: Kisah Perjalanan Penuh Nasehat Indah


Judul Buku : Rindu

Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika

Cetakan : I, Oktober 2014


Novel pertama yang saya selesaikan di tahun 2015 ini adalah salah satu novel karya penulis idola saya – Tere Liye, yang berjudul Rindu. Konon, novel ini sudah 4 kali cetak ulang padahal baru dua bulan terbit. Wow!


Tere Liye menurut saya salah satu penulis yang amat konsisten pada misinya dalam menulis. Sejauh ini, tidak satu pun karyanya yang tak menyelipkan pesan-pesan kebaikan dan nilai kebijaksanaan hidup.  Salah satunya adalah novel Rindu ini.

Rindu bercerita tentang perjalanan haji yang amat luar biasa. Kenapa luar biasa? Karena perjalanan haji yang diceritakan di sini bukan perjalanan haji seperti yang saat ini kita lihat, melainkan perjalanan haji yang dilakukan pada tahun 1938. Perjalanan yang memakan waktu yang tidak sebentar – berbulan-bulan. Perjalanan yang tidak menggunakan pesawat terbang dengan berbagai kenyamanan dan fasilitas mewah, melainkan menggunakan kapal uap – mengarungi samudra luas, dengan berbagai keterbatasan. Perjalanan haaji yang dilakukan oleh rakyat Indonesia saat masih berstatus sebagai bangsa terjajah.

Ahmad Karaeng yang merupakan seorang ulama besar pada masa itu turut serta dalam kapal Blitar-Holland yang dikomandoi oleh Kapten Phillips itu, untuk menunaikan rindunya pada tanah suci untuk kesekian kalinya. Ahmad Karaeng yang biasa dipanggil dengan sebutan Gurutta adalah seorang ulama kharismatik dan bijak yang amat dicintai oleh seluruh rakyat Makasar, Gowa dan sekitarnya. Bahkan saking kharismatiknya, para kompeni Belanda yang ditugaskan untuk mengawal kapal Blitar-Holland demi memastikan seluruh penumpang tetap patuh pada pemerintahan Hindia-Belanda, menjadikan Gurutta Ahmad Karaeng sebagai target utama untuk diawasi setiap gerak-geriknya. Peran Gurutta sangat sentral dalam novel ini. Beliau menjadi pemimpin rombongan jamaah haji Blitar-Holland dalam menjalani keseharian di kapal yang tidak hanya memakan waktu satu-dua hari saja. Selain itu, Gurutta juga menjadi orang yang menjawab berbagai pertanyaan tentang hidup yang bergelayut di benak beberapa penumpang.

Salah satu penumpang yang mempunyai pertanyaan besar adalah Daeng Andipati. Daeng Andipati seorang pedagang sukses pada jaman itu. Ia tidak sendirian dalam perjalanan ini, melainkan mengajak serta istrinya, dua putrinya yang amat pintar dan disenangi hampir seluruh penumpang – bernama Anna dan Elsa, serta Ijah – pembantu rumah tangganya. Di mata banyak penumpang, keluarga Daeng Andipati sangat ideal. Ia punya alasan sempurna untuk bahagia. Tapi kenyataannya, Daeng Andipati tidak pernah benar-benar merasa bahagia lantaran hatinya masih di rongrong rasa sakit hati dan dendam pada tingkah laku ayahnya di masa lalu. Bahkan meskipun ayahnya telah meninggal, rasa sakit hati tak sedikitpun berkurang dari hati Daeng Andipati.

Daeng Andipati resah atas perasaan tersebut. Lalu ia bertanya pada Gurutta Ahmad Karaeng, mungkinkah ia menginjakkan kaki di tanah suci dengan membawa kebencian sebesar itu? Bagaimana menghilangkan kebencian yang sebegitu besar dan telah mengendap sekian lama dalam hati? Dengan kalimat-kalimat yang amat bijak, Gurutta pun menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah nasehat yang teramat indah.

Penumpang yang juga membawa pertanyaan besar adalah Bonda Upe – seorang wanita mualaf keturunan. Ia punya masa lalu yang amat kelam, dan nisa di mata masyarakat umum kebanyakan. Ia selalu dihantui ketakutan dan perasaan minder. Ia takut orang-orang akan mencemoohnya jika tahu tentang masa lalunya. Ia juga bertanya-tanya, apakah Allah akan menerima seorang wanita dengan masa lalu nista seperti dirinya di tanah suci? Lagi-lagi Gurutta menjawabnya dengan nasehat yang amat indah – yang paling saya sukai dalam novel ini. Inti nasehat itu ada tiga. Pertama, jangan pernah lari daari kenyataan hidup. Terima dengan lapang dada, dan hadapi. Kedua, jangan pernah resah atas penilaian orang lain, karna orang lain hanyak melihat bagian luarnya saja. Ketiga, selalu berbuat baik, dan berharap semoga perbuatan baik kita menjadi perantara atas ampunan Allah yang Maha Luas. (Hal. 311-315)

Selain Daeng Andipati dan Bonda Upe, masih ada beberapa penumpang lagi yang membawa pertanyaan hidup masing-masing. Bahkan tak terkecuali Gurutta Ahmad Karaeng sendiri. Selain diwarnai banyak pertanyaan tentang hidup, perjalanan kapal Blitar-Holland juga diwarnai banyak rintangan. Diantaranya adalah seorang penyusup kapal yang berusaha membunuh Daeng Andipati – yang ternyata adalah orang yang amat dendam pada ayah Daeng Andipati. Lalu Gurutta Ahmad Karaeng yang ditangkap oleh para Tentara Kompeni dan dimasukkan ke penjara kapal, lantaran mereka menemukan buku yang ditulis oleh Gurutta – yang berjudul “Kemerdekaan Adalah Hak Segala Bangsa” yang dianggap sangat membahayakan pemerintahan Hindia-Belanda. Dan cobaan berikutnya, yang menjadi rintangan paling serius adalah saat Kapal Blitar dibajak oleh Perompak Somalia – yang sempat memancing pertikaian sengit antara para penumpang dan komplotan perompak.

Seperti novel Tere Liye yang lainnya, setelah sampai di halaman terakhir saya  dibuat menghela nafas panjang lalu merasakan perasaan lapang yang unik. Saya seperti mendapatkan vitamin agar lebih bijak menghadapi liku terjal kehidupan. Hanya saja, jujur saja saya sempat dihinggapi rasa jenuh saat membacaanyaa. Pasalnya, sebagian lebih dari isi novel ini menceritakan tentang kehidupan di dalam kapal selama perjalanan. Aktivitas makan di kantin bersama, jamaah di masjid kapal, anak-anak mengaji, anak-anak mengaji dan sekolah, adalah adegan-adegaan yang terus berulang. Meskipun begitu, tetap saja nasehat-nasehat yang ada dalam Novel Rindu ini membuat novel ini sangat layak untuk di baca.