Judul : Critical Eleven
Penulis : Ika Natassa
Editor : Rosi L. Simamora
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 344 halaman
Tahun terbit : 2015
Penulis : Ika Natassa
Editor : Rosi L. Simamora
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 344 halaman
Tahun terbit : 2015
"Istri itu seperti biji kopi sekelas Panama Geisha dan Ethiopian Yirgacheffe, Le. Kalau kita sebagai suami -- yang membuat kopi -- memperlakukannya tidak tepat, rasa terbaiknya tidak akan keluar. Aroma khasnya, rasa aslinya yang seharusnya tidak akan keluar, Le. Rasanya nggak pas."
"Kalau kita sudah memilih yang terbaik, seperti Ayah memilih Ibu dan kamu memilih istri kamu, seperti kita memilih biji kopi yang terbaik, bukan salah mereka kalau rasanya kurang enak. Salah kita yang belum bisa melakukan yang terbaik sehingga mereka juga menunjukkan yang terbaik buat kita."
(Critical Eleven, Hal. 56)
Akhirnya terbayar sudah rasa penasaran saya. Ini untuk pertama kalinya saya baca karya Ika Natassa. Hihi, payah ya.
Critical Eleven bercerita tentang kisah Aldebaran Risjad dan Tanya Baskoro. Mereka bertemu pertama kali dalam sebuah penerbangan Jakarta-Sidney. Pertemuan yang entah mengapa meninggalkan kesan yang amat mendalam bagi Ale -- panggilan sehari-hari Aldebaran Risjad. Tidak butuh waktu yang terlalu lama bagi Ale dan Anya untuk saling jatuh cinta, lalu menindaklanjuti hubungan mereka ke jenjang pernikahan.
Pada awalnya pernikahan mereka berjalan amat manis. Long Distance Married hampir tidak menjadi masalah yang berarti bagi mereka. Namun sayang, badai tak urung menerjang bahtera mereka. Di tahun ke-5 pernikahan, Ale dan Anya harus kembali merenungi segala sesuatunya. Tentang alasan mereka saat pertama kali memutuskan bersatu, dan tentang alasan apa yang membuat mereka tetap berusaha bersatu meski telah 6 bulan menjelma menjadi bak orang asing.
Novel ini memakai alur yang loncat-loncat. Hampir di setiap bagian pembaca diajak flashback ke masa-masa di mana pernikahan Ale dan Anya masih baik-baik saja, bahkan saat sebelum mereka menikah. Kisah mereka manis, tapi tidak lebay. Saya suka cara bercerita Ika Natassa. Gaya bahasanya ringan dan mengalir. Ika banyak menyisipkan informasi-informasi baru, atau kutipan-kutipan terkenal di sela-sela ceritanya. Emm, ada banyak juga adegan 'khas suami-istri' dalam novel ini, tapi menurut saya cukup proporsional. Tidak terlalu vulgar, dan lagi... cukup wajar karna Ale dan Anya suami-istri sah, jadi bukan sex before married yang bikin ilfeel.
Bagi saya, novel ini amat di luar dugaan saya. Karna Critical Eleven merupakan sebuah istilah dalam dunia penerbangan, dan gambar covernya juga pesawat terbang, maka saya mengira jalan ceritanya pun akan sangat berhubungan dengan dunia penerbangan. Malah saya sempat menebak bahwa tokoh Aldebaran Risjad berprofesi sebagai pilot. Ehehe, sotoy sekali saya. Ternyata yang berhubungan dengan penerbangan hanya moment saat Anya dan Ale pertama kali bertemu.
Emm, jujur, ada kekecewaan yang masih mengganjal di benak saya tentang kisah Ale dan Anya. Mungkin karna -- seperti biasa -- kadar ekspektasi saya terlalu tinggi sebelum membaca novel ini. Menurut saya, konflik utama dalam novel ini terlampau sederhana. Apalagi untuk membuat suami-istri yang tadinya semanis itu sampai bertahan hingga berbulan-bulan menjadi orang asing bagi satu sama lain. Saya tahu cobaan yang dihadapi Ale dan Anya amat berat, tapi apakah Anya sekerashati itu untuk bersedia memberi maaf pada suaminya yang hanya melakukan satu kesalahan yang sepertinya tidak benar-benar ia sengaja?!
Ohya, ada satu lagi yang mengganjal dan bikin saya bingung. Di satu sisi saya salut karna meski novel ini bercerita tentang kehidupan modern ala orang metropolitan, tapi masih memasukkan unsur-unsur agam di dalamnya. Ale digambarkan sebagai laki-laki yang cukup taat agama. Selalu sholat jumat, bahkan selalu mengingat potongan ayat suci saat hatinya tengah gundah.
""Maa wadda'akan robbuka wamaa qalaa. Walal-aakhiratu khayrun laka mina l-uulaa. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu dari pada yang sekarang (permulaan)." Dua ayat yang selalu gue pegang dalam hati. Gue yakin kalau gue kuat melalui ujian ini, untuk gue sendiri dan juga untuk Anya, ada sesuatu yang lebih indah yang menunggu kami berdua di depan sana" (Hal. 121)
Namun di sisi lain, saya dibuat nggak habis pikir kenapa Ale dan Anya memelihara anjing dan dengan sangat santai sering memeluk-cium anjingnya tersebut. Terus gimana dengan najisnya?
Tapi secara keseluruhan novel ini menghibur. 3 bintang dari saya untuk Critical Eleven :)