Judul Buku: Cinta
Kamu, Aku: Ini Bukan Drama Radio
Penulis: Irfan Ihsan
Penerbit: Noura Books
No. ISBN:
978-602-7816-27-5
Terbit: februari,
2013
Setiap mau baca
novel, saya hampir pasti membaca halaman sampul belakangnya dulu. Biasanya
berisi sinopsis, atau endorsment novel tersebut.
Begitu juga saat akan
memulai baca novel ini. Dan, wow... saya takjub karna endorsment yang tertera
di novel ini hampir semua dari artis kenamaan. Lalu saya membaca profil
penulisnya. Oh, ternyata beliau memang gak jauh dari dunia brodcast. Yang bikin
saya penasaran lagi adalah, hampir semua endorsment mengemukakan hal yang sama,
yaitu: novel ini sangat patut difilmkan. Aha, semakin penasaran lah saya untuk
segera melahap novel ini. Dan, taraaaa.... yup, novel ini memang sepertinya
cocok difilmkan. Kenapa? Ah, saya mau cerita sekilas tentang kisah yang ada di
novel ini dulu, ah :p
Tokoh utama dalam
novel ini bernama Fabian, atau biasa disapa Aan. Seorang penyiar salah satu
radio swasta di ibukota. Sebagai penyiar radio dengan jam siaran amat minim,
hidup Aan serba memprihatinkan, terutama soal tunggakan kos. Namun hidup Aan
perlahan mulai berubah sejak kehadiran Risha sebagai bintang tamu di jam
siarannya.
Risha adalah seorang
penyanyi papan atas yang tengah naik daun. Parasnya yang cantik membuat Aan
seketika merasakan sesuatu yang tak biasa di hatinya, hingga di satu waktu,
saat Aan usai sholat, ia berdoa jika Risha memang jodohnya agar dimudahkan
jalannya. Doa itu menemui takdirnya. Saat Aan ditugaskan untuk meliput sebuah
acara penghargaan musik, Aan kembali bertemu dengan Risha yang ternyata masih
mengingatnya. Bersamaan dengan itu, Risha merasa jantungnya seperti ditikam
saat melihat Yudha - kekasih gelap Risha, yang sekaligus pencipta lagu ternama
- tengah bergandengan mesra dengan istrinya. Padahal Yudha berjanji pada Risha
akan segera menceraikan istrinya. Risha yang merasa sakit hati dan terus
diberondong pertanyaan tentang siapa kekasihnya oleh para wartawan seperti
kehilangan akal sehat. Spontan ia menarik Aan, lalu menciumnya.
Sejak saat itu hidup
Aan berubah drastis. Meski dibina berdasarkan salah persepsi dan ketololan, toh
Aan dan Risha akhirnya merajut kisah. Yah, kisah mereka tak serta-merta mulus
begitu saja.
Nah nah... dari
sepotong saja bagian yang saya ceritakan, pasti banyak yang setuju kalo tema
novel ini sangat 'Indonesia'. Bener-bener tipe film-film Indonesia yang
ngetrend. Hehe.
Tapi, so far, saya
merasa novel ini sangat menghibur. Temanya bener-bener ringan. Konfliknya
ngena, tapi gak bikin dada sesak atau kepala ikut nyut-nyut. Bener-bener
nge-pop. Senengnya lagi, berhubung penulis menggeluti langsung dunia yang
digeluti oleh tokoh utama, maka ia bisa menarasikannya dengan luwes.
Daaann, satu lagi
yang gak boleh ketinggalan. Ada satu hal yang bikin saya salut banget sama si
penulis. Novel ini bukan novel islami. Yah, seenggaknya bukan novel dengan
label islami. Tapiiii, banyak banget pesan-pesan islami yang disisipkan di
dalamnya. Salah satu yang paling menonjol adalah, pesan Kakek Aan agar Aan dan
Risha TIDAK BERZINA. Sekali lagi, saya angkat topi untuk penulis.
Berapa banyak novel
yang enggan memasukkan unsur agam ke dalam cerita? Saya kolot kali yee. Tapi
saya emang kurang nyaman kalo baca novel yang agama tokohnya sama sekali gak
teridentifikasi. Gak harus muslim kok. Tokohnya digambarkan non-muslim bagi
saya malah bikin nyaman bacanya, karna nggak bertanya-tanya lagi agamanya si
tokoh apa.
Jadi kesimpulan
akhirnyaaa, saya setuju banget novel ini difilmkan. Yang terpenting, pesan
moral-pesan moralnya jangan di skip, ya, Bang Sutradara. hihi.