Pages

Minggu, 12 Januari 2014

First Time In Beijing: Lika-Liku Cinta di Negeri Cina




Judul buku: First Time in Beijing
Penulis : Riawani Elyta
Penerbit : Bukune Publisher
No.ISBN : 6022200997

Langit kota Beijing berpesta, pijar warna kembang api terlontar bergantian ke angkasa. Gemuruh seketika melenyapkan suara-suara meriung ke segenap kota. Namuun, hati gadis itu senyap, bagai butir salju yang musim lalu jatuh di balik jendela.


Di kota itu, kakinya menapak pasti di tangga-tangga Tembok Raksasa yang berkuasa. Ia mulai jatuh cinta pada kota ini, pada aura ganjil gerbang Kota Terlarang yang dahulu dilewati raja-raja. Mungkin pula, ia telah jatuh cinta kepada dia – laki-laki itu – dalam aroma rempah  yang menguar dari sup hangat hasil racikan tangannya.

oOo
Adalah Lisa. Gadis asli Indonesia yang akhirnya dituntun oleh takdir hingga harus menjejak tanah kota Beijing yang benar-benar asing baginya. Bukan untuk mengadu nasib di kota tersebut, melainkan karna ia tak lagi punya siapa-siapa di Indonesia setelah Ibunya menjemput ajal, sedang ayahnya – satu-satunya keluarga yang ia punya, telah lama tinggal dan punya kehidupan di kota Negeri Tirai Bambu itu.

Saat memulai membaca novel ini saya langsung dibuat kagum pada sosok penulis berbakat Riawani Elyta. Selain kagum pada keproduktifannya, juga pada keberaniannya untuk turut serta dalam proyek “Setiap Tempat Punya Cerita” yang digagas oleh Bukune-GagasMedia dengan mengambil Beijing sebagai setting pilihannya. Setting yang diakuinya belum pernah ia kunjungi secara langsung.

Sesampainya di Beijing, Lisa harus segera menyesuaikan diri dengan berbagai keganjilan di hidupnya yang baru. Ia memulainya dengan mengikuti kursus Bahasa China sesuai instruksi ayahnya, agar segera bisa berkomunikasi dengan orang-orang di sekelilingnya. Namun, bagi Lisa penyesuaian paling berat yang harus Lisa lakukan adalah ketika ayahnya memintanya turut bergabung dalam bisnis restorannya. Tentu saja bukan hal yang mudah bagi Lisa yang saat masih di Indonesia menyentuh peralatan masak pun tak pernah, sedang kini ia harus menjadi salah satu koki di restoran ayahnya tersebut.

Dalam hal ini, saya harus kembali dibuat kagum pada penulis yang merupakan seorang ibu dari tiga anak ini. Dari beberapa novelnya yang pernah saya baca sebelumnya, Riawani elyta selalu menyuguhkan tokoh utama dengan berbagai macam profesi yang tidak “mainstream”. Seperti pada novel First Time in Beijing ini yang mengangkat profesi Chef sebagai ‘sajian’ yang menarik untuk dinikmati.

Seiring langkah Lisa menjejaki tiap sudut dapur di restoran ayahnya, dan mulai berproses menjiwai profesi barunya, kisah cinta pun mulai sedikit demi sedikit oleh penulis. Lisa bertemu dan mulai dekat dengan Daniel, salah satu cheff andalan ayahnya yang kemudian dipercaya untuk membimbing Lisa untuk mulai belajar memasak. Daniel adalah pembimbing yang amat sabar bagi Lisa yang kemampuannya benar-benar nol besar. Dan seiring interaksi mereka yang amat intens, keakraban pun mulai terbangun di antara mereka. Keakraban yang kemudian memantik kobar cemburu di hati Yu Shiwen, salah satu pelayan restoran yang menaruh hati pada Daniel. Namun baik Lisa maupun Daniel bukan tipe orang yang terburu-buru mengembangkan keakraban mereka ke arah lain. Meski tak dipungkiri pula jika percik-percik perasaan berwarna merah jambu sekali-duakali menghinggapi hati mereka.

Benak saya seketika membayangkan sosok salah satu juri muda nan ganteng di sebuah kompetisi cheff di televisi swasta, sebagai gambaran atas sosok Daniel dalam novel ini. Penulis juga berhasil menggambarkan suasana kesibukan dapur di sebuah restoran. Meski jujur saja saya tidak terlalu bisa menangkap dengan baik penggambaran kepayahan Lisa saat tengah belajar memasak dari nol.

Hari-hari Lisa yang mulai terasa monoton, menjadi sedikit berwarna saat Alex hadir. Alex adalah seorang pemuda Indonesia yang tengah menuntut ilmu di Beijing – dan bekerja sambilan sebagai tour leader. Pembawaannya yang supel membuat dia dan Lisa cepat akrab. Bahkan Alex sempat mengajak Lisa turut serta bersamanya mengunjungi Great Wall saat ia tengah membawa rombongan tour ke destinasi paling masyhur di China itu. Sampai pada tahap ini, tentu saja pembaca akan mudah menebak bahwa pertemanan Lisa dan Alex pun berujung pada riak-riak perasaan yang mewarnai. Tapi situasi menjadi dilematis bagi Lisa ketika Daniel akhirnya mengungkapkan keinginannya untuk menjadikan Lisa lebih dari sekedar teman disaat ia dan Alex semakin dekat. Belum lagi sosok Yu Shiwen semakin frontal menunjukkan kecemburuannya.

Kisah cinta yang disajikan dalam novel ini bukan kisah roman picisan. Perasaan para tokoh dibiarkan berproses secara alami, tanpa terkesan didramatisir. Tidak ada adegan-adegan sentimentil berlebihan antara Lisa dengan Daniel, maupun dengan Alex, tapi tak sedikitpun membuat drama cinta mereka menjadi hambar. Ya, ini ke-khas-an paling utama yang ada di benak saya tentang track record Penulis, yaitu selalu menyajikan kisah cinta yang ‘santun’.

Lalu bagaimana akhir kisah Lisa di tengah kecamuk perasaannya setelah mengetahui ternyata kondisi kesehatan ayahnya jauh dari baik? Bagaimana pula ia membuat kondisi restoran kembali stabil, setelah sempat goyah pasca keluarnya Daniel dari restoran tersebut dan lebih memilih menerima tawaran menjadi cheff di restoran berkelas yang ternyata ‘difasilitasi” oleh Yu Shiwen? Siapakah yang akhirnya dipilih Lisa, Alex si cowok berpembawaan santai dan selalu menyenangkan, atau Daniel si lelaki cool yang mendapat julukan pengkhianat dari ayahnya?

Silahkan menyusuri setiap lembar novel First Time in Beijing ini, dan menjadi saksi Lisa menentukan pilihan tepat pada malam perayaan Lunar New Year di kota Beijing.

7 komentar:

  1. Hmm .. .cinta yang santun. Bersyukur masih ada penulis Indonesia yang menggunakannya dalam novel jadi kita tidak melulu disuguhi adegan cinta yang tidak santun

    BalasHapus
  2. Resensinya bagus kok, Sa
    Jadi pengen baca bukunya lo :)

    BalasHapus
  3. Resensinya bagus Jeng :)

    Novel-novel Mbak Riawani Elyta memang santun dan cerdas.

    BalasHapus
  4. siip lanjutkan terus membaca dan meresensi.. penyambung lidah buku2 yg manfaat insyaallah ada pahalanya.. amiin :)

    BalasHapus
  5. Terimakasiiiih Mbak Mugniar, Mbak Esti, Mbak Shabrin dan Mbak Bintaa.... kalian jadi salah satu penyemangatku untuk terus belajar nulis :)))
    *hug

    BalasHapus
  6. Makasih rosa untuk reviewnya yang manis dan lengkap, Makasih juga ya udah baca novel2ku, sering ngintip komennya di goodread, hehe

    BalasHapus
  7. Hihihi... sama2 Mbak Elyta... Maaf ya kalo saya kadang sok tau reviewnya :) :D

    BalasHapus